Jumat, 26 Februari 2016

Mewujudkan Insan Pancasialis

0 komentar

-         
    
Anggota DPR RI  Komisi VIII H. Achmad Mustaqim sp, M.M dan ketua PKPK UMP Prof.Dr.Tukiran. M.M
sedang menjelaskan  4 Konsensus Nasional kepada audience (22/2)
 
     Mahasiswa Diharap Jadi Organisatoris

Bhaskara - Tidak dipungkiri mahasiswa dulu diakui sebagai agent of change. Mahasiswa kerap mengawal kebijakan pemerintah, terbukti mereka mampu menggulirkan pemerintahan Soeharto. Akan tetapi, kini jati diri mahasiswa menghilang. Semangat nasionalis mahasiswa memudar dan pancasila semakin dilupakan.

Kepala Biro Kemahasiswaan dan Alumni UMP, Muchammad Agung Miftahuddin, dalam sambutan Seminar Nasional bertajuk 4 Konsensus Nasional dengan tema Peran mahasiswa dalam mempertahankan tegaknya demokrasi pancasila, beberapa waktu lalu menyatakan, mahasiswa saat ini cenderung hedonis dan mementingkan diri sendiri.

“Mahasiswa sekarang lebih senang mengurusi kepentingan pribadinya. Mereka cenderung apatis, dengan permasalahan bangsa. Ini dapat dilihat, lembaga kemahasiswaan yang mulai ditinggalkan. Padahal, dengan berorganisasi, mahasiswa dapat berlatih peka terhadap permasalahan masyarakat, yang pada akhirnya dapat mengabdi untuk masyarakat dan negara,” ujar dia.

Hal ini menjadi permasalahan pelik. Pasalnya mahasiswa itu harapan terakhir sebagai tonggak keberhasilan bangsa. Apabila generasi penerusnya tidak ada rasa nasionalisme tinggi, apatis terhadap lingkungan sekitar bahkan anti organisasi, bangsa ini akan mengalami krisis identitas, ideologi, keyakinan, dan karakter.

“Mahasiswa jangan hanya kuliah kampus kuliah kampus, UMP sudah menyediakan 13 wadah kegiatan mahasiswa, supaya mahasiswa memanfaatkan fasilitas yang disediakan untuk mengasah softskill,” jelas wakil rektor III Bidang Kemahasiswaan, Aman Suyadi.

Sementara itu, anggota DPR RI komisi VIII, Achmad Mustaqim mengatakan, pancasila semestinya menjadi ideologi bangsa, namun prakteknya beberapa perguruan tinggi menghilangkan pelajaran pendidikan pancasila. Nilai pancasila semakin luntur dalam jiwa mahasiswa, sehingga mahasiswa dituntut agar mandiri, aktif diskusi, mempunyai komitmen, menjadi contoh yang baik dalam upaya mengamalkan nilai pancasila.

“Wujud jiwa pancasialis itu menjadi aktivis yang peduli terhadap permasalahan bangsa dan sedia mengawali kebijakan pemerintahan sehingga meminimalisir tindak kecurangan dan ketidakadilan, tentu dengan kepiawaian dalam menerapkan ilmu,” kata dia.

Ketua PKPK UMP Prof. Dr. Tukiran, M.M menuturkan sebagai mahasiswa itu terbagi menjadi 3 kelompok yaitu mahasiswa yang mengejar akademik, aktif berorganisasi dan ada pula yang adem ayem. “Harapan kami, mahasiswa UMP bisa aktif berorganisasi dan berprestasi yang bagus, menjadi aktivis yang cerdas,” jelasnya.(Bhas_Una)
Continue reading →
Rabu, 24 Februari 2016

birokrasi kampus kurang mendukung kebebasan berekspresi

1 komentar
Birokrasi kampus kurang mendukung kebebasan berekspresi
           


Seminar Nasional Dies Natalis PPMI ke-23

Bhaskara - Walaupun kebebasan berpedapat dan berekspresi sudah jelas tertuang di UUD 1945, namun hak setiap warga negara tersebut belum sepenuhnya terjamin. Seperti apa yang terjadi pada kasus-kasus yang dialami pers mahasiswa (persma) sepanjang tahun 2015 kemarin. Setidaknya ada empat persma yang dibredel kampus karena dianggap menyebarkan informasi yang salah dan tidak sejalan dengan kebijakan kampus. Salah satu persma tersebut di antaranya Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Lentera Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Pembredelan dilakukan dengan penyitaan majalah mahasiswa yang diterbitkan LPM lentera.
Melihat kondisi tersebut, Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) mengadakan seminar nasional bertajuk Bangkitnya Persma Melawan Pembungkaman. Seminar yang bertepatan dengan ulang tahun PPMI ini diikuti seluruh insan persma se-Indonesia dan digelar di Universitas Muhammadiyah Semarang, Sabtu (30/1). Pada seminar tersebut banyak disinggung tentang kebebasan mahasiswa yang kurang mendapat dukungan dari birokrasi kampus.
Perwakilan Wakil Rektor UNIMUS Djoko Setyo Hartono berpendapat bahwa LPM saat ini juga membutuhkan perlindungan hukum yang jelas. “Dalam UU No.40 tahun 1999, yang isinya berhubungan dengan menjamin kebebasan berpendapat dan hak jawab serta koreksi. Saya mengusulkan kepada PPMI untuk berkoordinasi dengan para Rektor untuk mengesahkan UU pers bagi LPM,” kata Djoko Setyo Hartono selaku Wakil Rektor yang pernah menjadi anggota BEM di UGM. Beliau juga menambahkan bahwa persma harus benar-benar mendapat perlindungan hukum yang jelas agar nantinya kasus seperti LPM Lentera tidak terulang kembali.
Hal ini tentu tidak menjadi fokus birokasi kampus terhadap persma saja. Sekjend PPMI Nasional, Abdus somad selaku pembicara dalam seminar Nasioanal PPMI menuturkan bahwa mahasiswa saat ini bungkam dikarenakan birokrasi kampus yang kurang mendukung adanya kebebasan berekspresi. “Pembungkaman murni dilakukan oleh  birokrasi kampus. Padahal seharusnya Kampus harus menjamin kebebasan berekspresi untuk mendukung nilai-nilai demokrasi di Indonesia,” jelas Sekjen Nasional Abdus Somad.
Sedangkan menurut Sekjen kota Madiun Eko Prasetyo, kebebasan berekspresi sangat membantu mahasiswa untuk mendapat skill lebih setelah wisuda nanti. “Ya begitulah yang sedang terjadi diberbagai kampus saat ini. Dengan berbagai cara birokrasi kampus menjadikan mahasiswanya cuma menjadi mahasiswa pasif yang sibuk dengan tugasnya masing-masing. Padahal menurut saya pengalaman dibangku kuliah cuma 10-20% saja. Sedangkan pengalaman yang paling bagus itu didapatkan dari bersosialisasi dan berinteraksi secara langsung untuk mempratekkan ilmu yang didapat. Sehingga mereka bisa belajar menghadapi berbagai situasi dan kondisi yang tidak menentu,” jelas eko yang juga anggota LPM  Al-Fath. 
“Dengan tema yang diangkat dalam seminar Nasional Dies Natalis PPMI ke-23, saya berharap untuk kedepannya mahasiswa tidak takut untuk mengeluarkan pendapat dan berekspresi, serta menolak tunduk pada kekuasaan yang salah. Dan untuk pihak birokrasi kampus dan pemerintah sudah selayaknya melindungi hak-hak kita untuk berpendapat dan berekspresi, serta bijak dalam menangani kasus-kasus yang mereka anggap salah karena semua kasus pembungkaman yang terjadi kemarin tidak semata-mata untuk menjelek-jelekan instansi ataupun personal yang terkait, namun untuk menguak sebuah kebenaran yang selayak terungkap,” tambah ucca Sekjen dewan kota Solo. Ucca juga berharap nantinya persma dapat menjadi pemantik pergerakan mahasiswa yang sempat dibungkam oleh birokrasi kampus.







Continue reading →
Selasa, 16 Februari 2016

Minat Baca Mahasiswa Rendah

0 komentar
Perpustakaan UMP Perlu Tingkatkan Kualitas


Beberapa pengunjung sedang mencari referensi dan belajar di perpustakaan Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP)

Bhaskara - Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) sepi pengunjung. Ini diukur dari jumlah mahasiswa yang berkunjung. Pada 2015, tercatat 91.247 pengunjung, dengan rata-rata 304 orang per hari. Saat dibandingkan dengan total mahasiswa UMP aktif berkisar 12.000, jumlah pengunjung tersebut amatlah sedikit. Belum lagi yang berkunjung ke perpustakaan UMP, tidak seluruhnya mahasiswa asli UMP, sebagian berasal dari masyarakat umum.
Dosen FKIP Prodi PBSI, Soni Asmoro menuturkan, perpustakaan harusnya menjadi jantung mahasiswa karena merupakan sumber ilmu. Namun, pada kenyataannya perpustakaan terlihat sepi. Kata dia, Hal ini dipicu dua hal, yakni kesadaran membaca yang masih rendah dan kurangnya fasilitas penunjang perpustakaan.
“Minat baca mahasiswa bisa diukur dari perpustakaan, kalau minat bacanya tinggi maka ramai, kalau rendah ya sepi. Repotnya sekarang, mahasiswa merasa tidak butuh karena dipengaruhi dengan adanya internet. Hal ini seharusnya juga dapat terbaca oleh pihak pengelola perpustakaan. Buku-buku di perpustakaan harus lebih bervarian, dan terus di-up date. Di sisi lain, ruangannya juga perlu desain ulang. Berikan ruang khusus, bagi pembaca,ungkap dia, beberapa waktu lalu kepada Bhaskara.
Mahasiswi FKIP Prodi Pendidikan Bahasa Inggris, semester tujuh, Mahfiyati Yuliana Weni mengatakan, jarang ke perpustakaan, karena fasilitas yang kurang. Seperti koleksi buku, yang didominasi edisi lama. Kemudian, ruang baca yang tidak representatif.
“Sejak semester satu sampai enam, saya jarang mengunjungi perpustakaan. Tapi sekarang, hampir setiap hari ke perpustakaan, karena tengah mengerjakan skripsi. Saya kurang puas dengan fasilitas yang ada, terutama dari bukunya kebanyakan edisi lama, juga kurang lengkap, dan tata letak bukunya terlalu ribet. Kemudian, ruangannya kurang luas sehingga terlihat sumpek,” ujarnya.
Sementara itu, mahasiswa Fakultas Hukum semester satu, Dede Irawan mengaku, jarang ke perpustakaan UMP. Disebabkan sekalinya ke perpustakaan, justru buku yang dicari tidak ada. “Buku penunjang pembelajaran masih kurang lengkap dan banyak buku dalam keadaan rusak. Fasilitasnya juga kurang nyaman. Tempat duduknya sedikit, sehingga ada mahasiswa yang terpaksa membaca di lantai. Itu mengganggu pengunjung lain,’’ papar dia.
Sedangkan menurut mahasiswi Psikologi semester tujuh, Maulida Hilmawati mengatakan, pelayanan petugas perlu dimaksimalkan. Menurutnya, petugas acap kali menambahkan waktu istirahat. “Waktu Istirahat yang seharusnya pukul 12:00 sampai jam 13:00. Tapi, kenyataannya sebelum jam 12:00, pengunjung diminta keluar, biasanya setengah jam sebelumnya,” katanya.
Saat dikonfirmasi di kantornya, Kepala Perpustakaan UMP, Dwi Indah menampik, banyak koleksi buku di perpustakaan yang kebanyakan edisi lama. Dia juga berujar, jumlah buku yang ada selalu bertambah setiap tahunnya. Kami memiliki buku sebanyak 76.430 buah, dengan 34.087 varian. Itu juga termasuk jurnal,” jelas dia.
Dia menambahkan, penambahan buku selalu dilakukan. Terakhir pada Agustus 2015 lalu, ada 2.906 eksemplar koleksi baru. Menurutnya, sistem pengadaan buku, berdasarkan usulan dari dosen, kaprodi, dan mahasiswa melalui angket.
“Selalu ada penambahan koleksi buku baru, tetapi pada tahun ini memang tidak sebanyak tahun kemarin, karena lebih memfokuskan pengadaan prosiding, jurnal dan adanya rencana untuk menyediakan e-journal. Di sisi lain, kami juga mengakui dari fasilitas, ada beberapa yang belum memenuhi standar nasional perpustakaan. Begitu pula dari segi koleksi buku, yang hanya baru 75% yang terpenuhi. (Bhas_una, lita, lutfie, sinta)

Continue reading →
Jumat, 05 Februari 2016

LPM Bhaskara UMP hadir dalam acara Dies Natalis XXIII PPMI di UNIMUS

2 komentar
Anggota LPM Bhaskara berfoto dengan peserta Dies Natalis pada malam temu alumni PPMI (31/1) di halaman UNIMUS

LPM Bhaskara  UMP hadir dalam acara Dies Natalis XXIII PPMI di UNIMUS
Bhaskara- LPM Bhaskara Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) ikut berpartisipasi dalam perayaan Dies Natalis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) ke-XXIII di Universitas  Muhammadiyah Semarang (UNIMUS). Kegiatan dimulai pada tanggal 29 Januari- 1 Februari 2016. LPM Baskara hadir mewakili kota Purwokerto dengan menjadi peserta Seminar Nasional dengan tema “Persma Melawan Pembungkaman di Zaman Demokrasi”. Selain itu juga ada pelatihan jurnalistik yang terdiri dari  kelas advokasi, media, mobile dan investigasi.
Hal ini yang melatarbelakangi LPM Bhaskara mengikuti Dies Natalis XXIII PPMI. Dengan awak Bhaskara yang baru, tentu saja acara ini sangat bermanfaat. Sebab dijajaran pimpinan sendiri masih haus akan ilmu jurnalistik dan pengetahuan lebih mengenai persma, selain itu juga bisa bertemu dengan kawan-kawan persma diseluruh penjuru nusantara  dan  berbagi cerita, pengetahuan, pengalaman serta produk sehingga dapat membangun link dengan LPM se-Indonesia.
LPM Bhaskara mengirimkan 5 delegasi untuk menghadiri Dies Natalis XXIII PPMI yaitu Pimpinan Umum (decky Kurniawan), Wakil  Pimpinan Umum (Uswatun Hasanah), Pimpinan Redaksi (Oki Kurniawan), Pimpinan Perusahaan (Rifaldi Nanda Jaka P) dan perwakilan anggota penelitian dan pengembangan (diyan Arfiana) guna mewakili anggota LPM Bhaskara untuk ikut berpartisipasi dalam Dies Natalis PPMI ke-XXIII.
Dies natalis merupakan kegiatan rutin perayaan ulang tahun PPMI. Perayaan tahun ini tidak tepat pada hari ulang tahunnya. PPMI lahir pada tanggal 12 Oktober 1992 namun berhubung saat itu PPMI mengadakan Musker (musyawarah kerja) di Makassar bulan September tahun lalu sehingga perayaan Dies Natalis di sepakati akhir bulan Januari 2016.
Sekertaris Jenderal PPMI Nasional Abdus Somad mengungkapkan bahwa acara ini di design dengan konsep menawarkan issue mengenai kebebasan pers dan pendidikan dalam seminar nasional, memberikan pengetahuan dengan adanya pelatihan jurnalistik kepada peserta serta mengadakan forum evaluasi kerja PPMI Nasional dan kota sekaligus menguatkan solidaritas antara persma dan mengadakan kampanye berekspresi. PPMI menunjuk kota Semarang sebagai tuan rumah di usia ke -23 PPMI ini berdasarkan Musyawarah kerja di Makassar. UNIMUS mengajukan diri, bersedia serta merasa sudah siap untuk melaksanakan Dies Natalis tersebut.
“Acara ini diharapkan agar persma saling bersolidaritas, satu keluarga tidak terkotak-kotakkan ini Jatim, ini Jateng, ini makassar, sumatera dan lain-lain. Kita tidak ingin ada dikotonomi seperti itu, kita keluarga dan bertanggung jawab atas kasus-kasus yang menimpa mahasiswa. Dengan seperti ini kita dapat membangun solidaritas kekeluargaan dan jejaring untuk saling menguatkan serta mengevaluasi kinerja PPMI kota dan nasional”, ungkap Somad.
 Somad juga menanggapi dengan hadirnya peserta Dies natalis yang belum tergabung dalam PPMI. Pihak PPMI menyediakan forum evaluasi bagi teman-teman yang ingin membentuk dewan kota di daerah masing-masing. Harapannya berjejaring terlebih dahulu dengan teman-teman dengan cara diskusi.
“Jika ingin bergabung, kami bersedia memfollow up dan mengajak untuk masuk dalam struktur organisasi kami. Namun kami tidak memaksakan untuk join ke dalam organisasi kami karena yang dipertanyakan bukanlah seberapa besar manfaat yang akan kami berikan namun apa sih yang perlu kita perjuangkan? PPMI ini merupakan wadah untuk melindungi agar  persma tidak jotos-jotosan atau berseberangan ideologi karena persma riskan kekerasan, oleh karena itu kami mengharapkan eratnya solidaritas  antar sesama persma, papar somad kepada kawan-kawan Bhaskara.





Continue reading →

Labels